Di Indonesia sendiri tawuran telah menjadi tradisi, atau bahkan budaya. Prilaku menyimpang ini biasanya diakbatkan oleh masalah sepele atau bisa saja disebabka oleh hal-hal serius yang menjurus pada tindakan bentrok.
Tawuran sering terjadi dikalangan, pelajar, mahasiswa dan warga desa. Maka tak heran jika kita sering menjumpai aksi perkelahian masal ini di jalan, khususnya diwilayah ibukota.
Entah maksud dari para pelaku tawuran tersebut. Yang jelas aksi negatif ini banyak sekali menimbulkan kerugian, yakni seperti mengganggu ketertiban, dan keamanan umum. Bahkan dari aksi tawuran ini tak sedikit banyak korban luka hingga korban tewas yang berjatuhan.
A.Beberapa gagasan yang keliru untuk
mencegah dan mengatasi tawuran
a.Membuat program-program
persahabatan antarsekolah, terutama sekolah-sekolah yang berdekatan
Logika awalnya, dengan adanya proses
saling kenal, maka diharapkan tidak akan terjadi tawuran sebab tawuran
dilakukan oleh mereka yang tidak saling mengenal. Hal ini sudah dilakukan
beberapa sekolah, namun tawuran tetap saja terjadi. Kenapa? Sebab, konflik
pribadi bisa saja terjadi dua pihak yang saling mengenal. jangankan sesama
pelajar, konflik sesama saudarapun bisa terjadi. Hal tersebut terjadi karena
ada masalah.
b.Membangun pos pemantauan dan
penjagaan atau pos terpadu di antara sekolah-sekolah yang berdekatan. Logika
awalnya, dengan adanya pos terpadu, maka tawuran akan segera terdeteksi dan
pihak petugas pos terpadu akan segera memanggil bala bantuan untuk mencgah
terjadinya tawuran. Itu kalau tawuran terjadi di dekat pos terpadu. Kalau
terjadi agak jauh atau jauh dari pos terpadu, apalagi tidak terpantau, tentu
tawuran tetap bisa terjadi di tempat lain. Bisa jadi, pihak penyerang sudah
menunggu di tempat tertentu.
c.Penanaman moral religi melalui
ceramah-ceramah agama yang diadakan di sekolah
Logika awalnya, agama efektif untuk
mencegah moral buruk. Diberi contoh, tidak pernah terjadi tawuran antar pondok pesantren.
Namun logika inipun keliru, karena ada juga lulusan pondok pesantren yang
justru jadi teroris. Agama adalah pedoman perilaku, bukan penentu perilaku.
Artinya, yang menentukan perilaku tawuran adalah pelajar sendiri, bukan agama.
Itulah sebabnya, walaupun mata pelajaran agama ditambah, tawuran tetap terjadi.
d.Memberikan pengertian tentang
hukum dan sanksi hukum akibat tawuran
Logika awalnya, dengan mengetahui
adanya sanksi-sanksi hukum yang berat, maka diharapkan pelajar akan takut
tawuran karena sanksi hukumnya sangat berat, apalagi kalau sampai menganiaya
atau membunuh. Namun harus dipahami, semua pencerahan hukum sifatnya terbatas
pada teori saja. Yang bisa jadi mudah dilupakan pelajar. Manakala mereka
tawuran, mereka lupa terhadap semua pencerahan hukum.
e.Memberikan pengertian kepada para
orang tua pelajar agar memberikan pendidikan yang efektif di rumah. Logika
awalnya, dengan adanya pendidikan yang dilakukan orang tua, maka diharapkan
para pelajar bisa memiliki moral yang baik. masalahnya adalah, di luar rumah,
kedua orang tua tidak akan mampu memantau perilaku anaknya. Dengan demikian,
pelajar tersebut masih bisa terpengaruh oleh ajakan-ajakan untuk tawuran.
f.Mengadakan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler yang bermanfaat
Logika awalnya, dengan adanya
kegiatan tersebut, maka diharapkan para pelajar tak sempat lagi memikirkan
tawuran. Namun harus dipahami bahwa kegiatan tersebut sifatnya hanya sementara
saja. Selesai melakukan kegiatan ekstrakurikuler, maka konsep perilaku tawuran
tetap dimiliki para pelajar.
g.Memberikan tugas-tugas untuk
dikerjakan di rumah agar para pelajar lebih disibukkan pada soal pelajaran.
Logika awalnya, dengan diberikan tugas-tugas atau pekerjaan-pekerjaan rumah,
maka para pelajar diharapkan rajin belajar di rumah atau belajar kelompok agar
mempunyai kesibukan yang positif. Tetapi, tugas demikian bisa jadi justru
menjadi beban psikologis yang berat, sehingga untuk pelampiasannya bisa saja
salah satunya yaitu ikut tawuran.
2.Beberapa gagasan yang keliru untuk
mengatasi tawuran yang telah terjadi
a.Menjatuhkan skorsing bagi para
pelaku tawuran. Logika awalnya, dengan adanya skorsing beberapa hari ,
diharapkan pelajar menjadi jera dan tidak ikut lagi tawuran. Namun, yang
dilupakan dalam logika ini yaitu, pelajar yang terkena skorsing, boleh jadi
bukannya jera, namun justru menaruh rasa dendam yang suatu saat akan meledak
dalam bentuk tawuran.
b.Mengeluarkan pelajar yang terlibat
tawuran dan tindak pidana
Logika awalnya, dengan dihukum
secara pidana dan dimasukkan ke LP (Lembaga Pemasyaraatan) maka diharapkan akan
membuat jera si pelaku ataupun teman-temannya. Namun, bisa jadi, justru mereka
yang di-LP-kan, sesudah keluar dari LP, justru akan menjadi “monster” yang
lebih mengerikan. Bahkan bisa menghasut adik-adik pelajar di sekolahnya.
c.Memindahkan sekolah ke tempat lain
Logika awalnya, kalau lokasi sekolah
dipindah, maka diharapkan tidak terjadi gesekan-gesekan sosial dengan pelajar
lain, sebab lokasi sekolahnya berjauhan. Betul, lokasi sekolahnya berjauhan.
Tetapi ketika pulang sekolah, mereka bisa saja dicegat para pelajar lain
sebagai pihak penantang atau penyerang.
d.Memutasikan atau memecat kepala
sekolahnya
Logika awalnya, dengan cara
memutasikan atau memecat kepala sekolah, maka diharapkan kepala sekolah yang
baru akan lebih bersikap berhati-hati dan akan mendidik para pelajarnya sebaik
mungkin. Teorinya begitu. namun, hal demikian tidak efektif karena kemampuan
kepala sekola terbatas. Tidak mungkin bisa mengawasi semua para pelajarnya,
apalagi di luar sekolah.
e.Menyerahkan pelaku tawuran dan
tindak pidana ke kepolisian
Logika awalnya, sama dengan uraian
sebelumnya, yaitu diharapkan para pelajar akan jera akibat hukuman tersebut.
Tentu tidak efektif karena justru bisa merusak cara berpikir mereka yang
ditahan.
f.Menurunkan status/akreditasi
sekolah yang terlibat tawuran
Logika awalnya, dengan diturunkan
status/akreditasi sekolah, maka pihak sekolah terutama pihak kepala sekolah
merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi dan kondisi sistem
pendidikan di sekolahnya. Namun, lagi-lagi cara ini tidak efektif, karena tidak
ada pengaruhnya terhadap perilaku para pelajar.
g.Kerjasama antara sekolah, orang
tua pelajar, pemerintah, polri dan masyarakat.
Logika awalnya, dengan adanya
kerjasama sekolah, orang tua pelajar, pemerintah, polri dan masyarakat, maka
ttawuran bisa diatasi. Antara lain pihak polri dengan cepat bisa menangkap para
pelaku tawuran, terutama yang membawa senjata, terutama senjata tajam atau
bahkan mungkin senjata api. Logika ini terbatas pada cara menanggulangi
tawuran, bukan pada logika pencegahan terjadinya tawuran.
C.Pendekatan dan pencerahan
psikologis untuk mencegah terjadinya tawuran
Harus dipahami bahwa tawuran merupakan perilaku tawuran. Perilaku tawuran erat hubungannya dengan emosionalitas dan rasionalitas para pelajar, di mana saat tawuran, emosionalitas lebih berkuasa daripada rasionalitas.
Oleh karena itu, solusi terbaik
yaitu solusi yang berhubungan dengan substansi daripada
emosionalitas-rasionalitas para pelajar. Artinya, perlu adanya pendekatan
psikologis selama mereka berada di sekolah. Mereka harus mendapatkan
pencerahan-pencerahan psikologis dari pihak yang kompeten dan mempunyai
keahlian atau kompetensi di bidang itu.
Menanamkan kesadaran bahwa tawuran
itu tidak ada segi positifnya. Menanamkan cara berpikir positif tentang
bagaimana cara menyeleesaikan masalah secara baik-baik. Mengajari bagaimana
caranya menghindarkan diri dari terjadinya tawuran. Memberitahu bagaimana
caranya menyelamatkan diri dari bentrokan antarpelajar. Membeitahu tentang
bagaimana cara menyelesaikan masalah secara baik-baik.Menanamkan faham bahwa
mengalah bukanlah kalah. Mengajarkan bagaimana usaha untuk mengendalikan
emosi-negatif menjadi emosi-positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar